visitor

Pengikut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Jumat, 10 Desember 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Proklamasi Kemerdekaan telah mengantarkan bangsa
Indonesia menuju cita-cita berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
b. bahwa pemerintahan negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan. kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia;
c. bahwa tugas pokok bangsa selanjutnya adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya
dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan;

d. bahwa untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan
perencanaan pembangunan Nasional;
e. bahwa agar dapat disusun perencanaan pembangunan Nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan negara
perlu adanya sistem perencanaan pembangunan Nasional;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

Mengingat:
1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, Pasal 33, Pasal 34 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 47, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 4287);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
2. Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua, komponen bangsa dalam rangka mencapai
tujuan bernegara.
3. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan untuk
periode 20 (dua puluh) tahun.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk
periode 5 (lima) tahun.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima)
tahun.
7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-
SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
8. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah
dokumen perencanaan Nasional untuk periode I (satu) tahun.
9. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode I (satu) tahun.
10. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu)
tahun.
11. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk
periode1 (satu) tahun.
12. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.
13. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
14. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.
15. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.
16. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
17. Lembaga adalah organisasi non kementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau
peraturan perundang-undangan lainnya.
18. Program Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja suatu
kementerian/lernbaga atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.
19. Program Lintas Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja
beberapa Kementerian/Lembaga, atau beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah.
20. Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah adalah sekumpulan rencana kerja terpadu antar Kementerian/Lembaga
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah mengenai suatu atau beberapa wilayah, Daerah, atau kawasan.
21. Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam
rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah.
22. Menteri adalah pimpinan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
23. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
perencanaan pembangunan di Daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota adalah kepala badan perencanaan
pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Bappeda.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan Nasional.
(2) Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap
terhadap perubahan.
(3) Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan Asas Umum Penyelenggaraan Negara.
(4) Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.


BAB III
RUANG LINGKUP
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pasal 3
(1) Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi
pernerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara, terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh
Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(3) Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan:
a. rencana pembangunan jangka panjang;
b. rencana pembangunan jangka menengah; dan
c. rencana pernbangunan tahunan.
Pasal 4
(1) RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pernerintahan Negara Indonesia yang tercanturn
dalarn Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan
arah pernbangunan Nasional.
(2) RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman
pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program
Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
(3) RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, mernuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program
Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif
Pasal 5
(1) RPJP Daerah mernuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.
(2) RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah,
strategi pernbangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja
Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
(3) RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi
Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Pasal 6
(1) Renstra-KL memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat
indikatif.
(2) Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan
pagu indikatif, serta. memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung
oleh Pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Pasal 7
(1) Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun
sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan
bersifat indikatif.
(2) Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.


BAB IV
TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pasal 8
Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi:
a. penyusunan rencana;
b. penetapan rencana;
c. pengendalian pelaksanaan rencana; dan
d. evaluasi pelaksanaan rencana.
Pasal 9
(1) Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan:
a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. musyawarah perencanaan pembangunan; dan
c. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
(2) Penyusunan RPJM Nasional/Daerah dan RKP/RKPD dilakukan melalui urutan kegiatan:
a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. penyiapan rancangan rencana kerja;
c. musyawarah perencanaan pembangunan; dan
d. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

BAB V
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA

Bagian Pertama
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Pasal 10
(1) Menteri menyiapkan rancangan RPJP Nasional.
(2) Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah.
(3) Rancangan RPJP Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rancangan RPJP Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan utama bagi Musrenbang.
Pasal 11
(1) Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara
dengan mengikutsertakan masyarakat.
(2) Menteri menyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Nasional.
(3) Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Daerah.
(4) Musrenbang Jangka Panjang Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Musrenbang Jangka Panjang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhimya
periode RPJP yang sedang berjalan.
Pasal 12
(1) Menteri menyusun rancangan akhir RPJP Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
(2) Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
Pasal 13
(1) RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-Undang.
(2) RPJP Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Bagian Kedua
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Pasal 14
(1) Menteri menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke
dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.
(2) Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program
Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan
arah kebijakan keuangan daerah.
Pasal 15
(1) Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
(2) Menteri menyusun rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan rancangan Renstra-KL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan berpedoman pada RPJP Nasional.
(3) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2).
(4) Kepala Bappeda menyusun rancangan RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berpedoman pada RPJP Daerah.
Pasal 16
(1) Rancangan RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 15 ayat (2) dan rancangan RPJM Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah.
(2) Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM diikuti oleh unsur-unsur
penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat.
(3) Menteri menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Nasional.
(4) Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Daerah.
Pasal 17
(1) Musrenbang Jangka Menengah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), dilaksanakan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah Presiden dilantik.
(2) Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dilaksanakan paling
lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik.
Pasal 18
(1) Menteri menyusun rancangan akhir RPJM Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional
sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 17 ayat (1).
(2) Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Pasal 19
(1) RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik.
(2) Renstra-KL ditetapkan dengan peraturan pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan RPJM
Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah
dilantik.
(4) Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan satuan kerja perangkat daerah setelah disesuaikan dengan
RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Ketiga
Rencana Pembangunan Tabunan
Pasal 20
(1) Menteri menyiapkan rancangan awal RKP sebagai penjabaran dari RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1).
(2) Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah sebagaimana
dimaksud dalain Pasal 19 ayat (3).
Pasal 21
(1) Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dengan mengacu kepada rancangan awal RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan berpedoman
pada Renstra-KL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2) Menteri mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan berpedoman
pada Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).
(4) Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan Renja-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 22
(1) Rancangan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan rancangan RKPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang.
(2) Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan.
(3) Menteri menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKP.
(4) Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD.
Pasal 23
(1) Musrenbang penyusunan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dilaksanakan paling lambat bulan
April.
(2) Musrenbang penyusunan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dilaksanakan paling lambat bulan
Maret.
Pasal 24
(1) Menteri menyusun rancangan akhir RKP berdasarkan hasil Musrenbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1).
(2) Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2).
Pasal 25
(1) RKP menjadi pedoman penyusunan RAPBN.
(2) RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD.
Pasal 26
(1) RKP ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(2) RKPD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 27
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Nasional, RPJM Nasional, Renstra-KL, RKP, Renja-
KL, dan pelaksanaan Musrenbang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-
SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.


BAB VI
PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA
Pasal 28
(1) Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(2) Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan
dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
Pasal 29
(1) Pimpinan Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan
Kementerian/Lembaga periode sebelumnya.
(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan
Kerja Perangkat Daerah periode sebelumnya.
(3) Menteri/Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan
Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan
Nasional/Daerah untuk periode berikutnya.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan, rencana pembangunan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VII
DATA DAN INFORMASI
Pasal 31
Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.


BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 32
(1) Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas Perencanaan Pembangunan Nasional.
(2) Dalam menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan Nasional, Presiden dibantu oleh Menteri.
(3) Pimpinan Kementerian/Lembaga menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
(4) Gubernur selaku wakil pemerintah pusat mengkoordinasikan pelaksanaan perencanaan tugas-tugas Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan.
Pasal 33
(1) Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan daerah di daerahnya.
(2) Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Kepala Bappeda.
(3) Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah sesuai dengan
tugas dan kewenangannya.
(4) Gubemur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan
antarkabupaten/kota.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) Sebelum RPJP Nasional. menurut ketentuan dalarn Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan RPJM Nasional
tetap mengikuti ketentuan Pasal 4 ayat (2) dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Sebelum RPJP Nasional menurut ketentuan dalam Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan RPJP Daerah tetap
mengikuti ketentuan Pasal 5 ayat (1) dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Sebelum RPJP Daerah menurut ketentuan dalam Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan RPJM Daerah tetap
mengikuti ketentuan Pasal 5 ayat (2) dengan mengesampingkan RPJP Daerah sebagai pedoman, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.



BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. menurut
Undang-undang ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan setelah diundangkannya Undang-undang ini.
Pasal 36
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 37
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 104

Salinan sesuai dengan aslinya,
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan
Lambock V. Nahattands




PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional
penyelenggaraan negara dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan
berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah tejadi perubahan dalam
pengelolaan pembangunan, yaitu:
(1) penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (APBN);
(2) ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pernbangunan
nasional; dan
(3) diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) berfungsi sebagai landasan
perencanaan pembangunan nasional sebagaimana telah dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan selama ini.
Ketetapan MPR RI ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan
Lima Tahunan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh saran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI), yang selanjutnya Pemerintah bersama DPR RI menyusun APBN.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa Presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat dan tidak adanya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana
pembangunan maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan pembangunan nasional.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi
Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Pemberian kewenangan yang luas kepada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih
mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan Nasional, Pembangunan Daerah maupun
pembangunan antardaerah.
Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu dibentuk Undang-Undang yang mengatur tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
2. RUANG Lingkup
Undang-Undang ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan, pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pernerintahan di pusat dan
Daerah dengan melibatkan masyarakat.
3. Proses Perencanaan
Sistem perencanaan pembangunan nasional dalam Undang-Undang ini mencakup lima pendekatan dalam seluruh
rangkaian perencanaan, yaitu:
(1) politik;
(2) teknokratik;
(3) partisipatif;
(4) atas-bawah (top-down); dan
(5) bawah-atas (bottom-up).
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena
rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing
calon Presiden/Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda
pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka
menengah. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metoda dan kerangka
berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa
memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan, bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Perencanaan pembangunan terdiri dari empat
(4) tahapan yakni:
(1) penyusunan rencana;
(2) penetapan rencana;
(3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan
(4) evaluasi pelaksanaan rencana.
Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus
perencanaan yang utuh.
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk
ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan
yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan
rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah
berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Tahap berikutnya adalah
penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Menurut Undang-
Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan
Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala
Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan
rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri/Kepala
Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing
pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis
mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen
rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result),
manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik
Pusat maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau
terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan,
Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja
untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah
rencana.
4. Sistematika
Undang-Undang ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan, Ruang Lingkup
Perencanaan Pembangunan Nasional, Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional, Penyusunan dan Penetapan
Rencana, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana, Data dan Informasi, Kelembagaan, Ketentuan Peralihan,
dan Ketentuan Penutup.

Il. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "Asas Umum Penyelenggaraan Negara" adalah meliputi:
1. Asas "kepastian hukum" yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;
2. Asas "tertib penyelenggaraan negara" yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara;
3. Asas "kepentingan umum" yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif;
4. Asas "keterbukaan" yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
5. Asas "proporsionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara;
6. Asas "profesionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
7. Asas "akuntabilitas" yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pelaku pembangunan" adalah pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kota), dunia usaha,
dan masyarakat. Koordinasi pelaku pembangunan di pemerintahan juga mencakup antara pelaksana dengan perencana
pembangunan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "Daerah" adalah batas suatu wilayah yang secara adminsitratif mempunyai batasan tertentu;
Yang dimaksud dengan "Ruang" adalah wadah yang meliputi bentangan daratan, lautan, dan udara sebagai suatu
kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidup;
Yang dimaksud dengan "waktu" adalah periode pembangunan baik tahunan, jangka menengah, maupun jangka
panjang. Tujuan ini menuntut rencana pembangunan disusun dengan menerapkan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan secara konsisten dari satu periode pembangunan ke periode berikutnya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat
atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya,
pelaku, penerima manfaat maupun penanggung resiko.
Yang dimaksud dengan "partisipasi masyarakat" adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan
kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perencanaan makro" adalah suatu perencanaan. yang berada pada tataran kebijakan nasional.
Yang dimaksud "fungsi pemerintahan" adalah kewenangan untuk melaksanakan kekuasaan pernerintahan negara
sebagaimana diamanatkan Bab III Pasal 4 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang dimaksud dengan "bidang kehidupan" antara lain agarna, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum,
pertahanan, dan kearnanan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembangunan Nasional meliputi pembangunan Pusat dan Daerah.
Pasal 4
Ayat (1)
Arah pembangunan nasional adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang.
Ayat (2)
Pengertian wilayah mengacu pada ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Yang dimaksud dengan "bersifat indikatif ' adalah bahwa
informasi, baik tentang sumber daya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen
rencana ini, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak kaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) dalarn ayat ini merupakan Rencana Strategis
Daerah (Renstrada).
Yang dimaksud dengan "bersifat indikatif ' adalah bahwa informasi, baik tentang sumber daya yang diperlukan maupun
keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen rencana ini, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai
dan bersifat tidak kaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Keempat tahapan perencanaan ini dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu
siklus yang utuh.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup j elas
Pasal 13
RPJP untuk Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun, dan untuk Daerah Provinsi Papua
ditetapkan dengan Perdasus dan Perdasi.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyelenggaraan Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan
juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pemantauan" adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan dengan arah, tujuan, dan
ruang lingkup yang menjadi pedoman dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan" adalah kegiatan penilaian kinerja yang diukur
dengan efisiensi, efektifitas, dan kemanfaatan program serta keberlanjutan pembangunan. Evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan dilaksanakan terhadap keluaran kegiatan yang dapat berupa, barang dan jasa dan terhadap
hasil (outcomes) program pembangunan yang berupa, dampak dan manfaat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Yang dimaksud dengan "data" adalah keterangan objektif tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif,
Maupun gambar visual (images) yang diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul
dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya.
Sedangkan “informasi” adalah data yang sudah terolah yang digunakan untuk mendapatkan interpretasi tentang suatu
fakta.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukupjelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4421

Sumber: http://www.penataanruang.net/taru/upload/peraturan_perundangan/UU/UU252004.pdf

Selengkapnya...

Cara Mengetahui Tanggal Instalasi Windows

Rabu, 08 Desember 2010

Kadang-kadang Anda ingin mengetahui tanggal instalasi OS. Anda mungkin ingin tahu berapa umur OS anda atau informasi lainnya yang terkait dengan sistem anda. Windows tidak menyediakan informasi langsung tentang tanggal pemasangan instalasi OS. Namun Anda dapat melihat tanggal instalasi OS dari command prompt dengan memberikan beberapa sintaks untuk itu. Dengan perintah berikut Anda dapat melihat seluruh detail tentang produsen dan tentang sistem operasi Anda. Dalam tutorial ini saya memfokuskan tanggal pemasangan Windows.

systeminfo

Buka jendela command prompt dengan mengklik ke menu Run dan ketik “cmd” (tanpa tanda kutip).
kemudian ketik “systeminfo” (tanpa tanda kutip).


 





Tunggu sebentar karena akan mencari informasi tentang tanggal penginstallan windows dan informasi lainnya.




 














Yang diberi kotak merah adalah tanggal pada saat anda menginstall windows di komputer/laptop. Disana kita juga bisa menemukan merk mainboard yg kita pakai, tanggal keluaran BIOS, tipe processor, ukuran RAM dan lainnya.

jadi seberapa lamakah os anda telah terinstal? cara tahu aja...
Selengkapnya...

REVIEW UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Minggu, 01 Agustus 2010

REVIEW UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN RUANG





Oleh:

Fery Irfan Nurrahman (3609100060)
Musana (3609100702)
Arif Maulana (3609100704)



INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA





DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1
1.3. Sistematika Pelaporan ............................................................................. 2
BAB II REVIEW
2.1. Diagram Hierarki Rencana Tata Ruang ................................................. 3
2.2. Substansi Perencanaan Tata ruang ........................................................ 4
2.3. Contoh Rencana Tata Ruang ................................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ………………………………………………………………… 28
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………………………. 29



DAFTAR TABEL


Tabel halaman
1.1. Tabel Review Rencana Umum Tata Ruang ……………………………….. 22
1.2. Tabel Review Rencana Rinci Tata Ruang …………….…………………… 25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ruang merupakan suatu wadah yang terdiri dari ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi. Ruang menjadi sebuah kesatuan tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup dan berkegiatan. Oleh karena itu perlu adanya sebuah pengelolaan tentang ruang secara bijaksana dan berdaya guna untuk kesejahteraan umum bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demi tercapainya tujuan tersebut pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, sebagai kewenangan pemerintah untuk mengatur dan menjaga keterpaduan antar daerah dalam penataan ruang.

1.2. Maksud dan Tujuan
Review ini dimaksudkan sebagai sebuah pengembangan wawasan serta sebagai sebuah dasar tentang penataan serta perencanaan tata ruan
g di Indonesia. Tujuan dari pedoman ini adalah memberikan acuan bagi para mahasiswa mengenai teori perencanaan, rencana tata ruang, serta pedoman-pedoman lain yang terkait. Adapun batasan cakupan dari review ini adalah tentang:
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruan
g secara berhierarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilaya
h Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
c. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis
nasional;
b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. rencana detai
l tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.


1.3. Sistematika Pelaporan
Bab I Pendahu
luan
Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, dan sistematika pelaporan dari review Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
Bab II Review
Bab ini berisikan review Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, dengan batasan cakupan review sesuai dengan maksud dan tujuan di dalam Bab I.
Bab III Penutup
Bab ini berisikan Kesimpulan review Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 dengan batasan cakupan review sesuai dengan maksud dan tujuan di dalam Bab I.

BAB II
REVIEW


2.1. Diagram Hierarki Rencana Tata Ruang









2.2. Substansi Perencanaan Tata ruang
Tata ruang di Indonesia sebagaimana yang telah diatur dalam UU no.26 tahun 2007 memiliki substansi penting untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang yang ada di Negara ini.
Sesuai dengan UU no.26 tahun 2007, BAB VI tentang PELAKSANAAN PENATAAN RUANG, bagian kesatu, pasal 14. terdapat muatan isi penting tentang perencanaan tata ruang, yaitu:
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara
berhierarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis
nasional;
b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
Dari cuplikan UU di atas dapat kita lihat hasil dari perencanaan tata ruang, yaitu rencana umum tata ruang yang terdiri atas rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Selanjutnya akan dibahas mengenai substansi-substansi dari rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

2.2.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Tentang rencana tata ruang wilayah nasional telah disinggung di dalam UU Tata Ruang no.26 tahun 2007, akan tetapi pemerintah juga telah mengeluarkan UU tentang rencana tata ruang wilayah nasional di dalam peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Muatan isi dari RTRWN menurut UU Tata Ruang no.26 tahun 2007:
(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan system jaringan prasarana utama;
c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
d. penetapan kawasan strategis nasional;
e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Untuk jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan Peninjauan, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dalam peraturan pemerintah republik indonesia nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional dan disahkan DPR.
Penetapan rencana tata ruang menjadi produk hukum sehingga mengikat
semua pihak untuk melaksanakannya adalah sebuah tahap dari tahap penyusunan ”Perencanaan pembangunan” yang terdiri dari empat (4) tahapan yaitu : (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. (uu no.25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang- Undang/Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah).
Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah PP, salah satunya adalah dikeluarkannya peraturan pemerintah republik indonesia nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Skala Peta tata ruang wilayah nasional menurut PP nomor 10 tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah adalah.
Pasal 11
(1) Peta wilayah negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1:1.000.000.

2.2.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Muatan isi dari RTRWP menurut UU Tata Ruang no.26 tahun 2007:
(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
d. penetapan kawasan strategis provinsi;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan Peninjauan, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi diatur dengan peraturan Menteri, pengesahannya oleh DPRD provisi.
Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah Peraturan Daerah, yang dikeluarkan masing-masing provinsi.
Skala Peta tata ruang wilayah provinsi menurut PP nomor 10 tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah adalah:
Pasal 16
(1) Peta wilayah daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1: 250.000.

2.2.3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Muatan isi dari RTRWP menurut UU Tata Ruang no.26 tahun 2007:
(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan Peninjauan, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten yang disahkan oleh DPRD Kabupaten.
Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah peraturan daerah yang dikeluarkan masing-masing kabupaten.
Skala Peta tata ruang wilayah kabupaten menurut PP nomor 10 tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah adalah
Pasal 23
(1) Peta wilayah daerah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1:100.000.

2.2.4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Muatan isi dari RTRWKot menurut UU Tata Ruang no.26 tahun 2007 secara mutatis mutandis sama dengan RTRWKab, dengan ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Untuk jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan Peninjauan, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana tata ruang wilayah Kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota yang pengesahannya dilakukan oleh DPRD Kota.
Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota salah satunya adalah peraturan daerah masing-masing Kota.
Skala Peta tata ruang wilayah kabupaten menurut PP nomor 10 tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah adalah
Pasal 30
(1) Peta wilayah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, berpedoman pada tingkat
ketelitian minimal berskala 1:50.000.

2.2.5. Rencana Rinci Tata Ruang
Rencana rinci tata ruang merupakan hasil dari perencanaan tata ruang. Rencana rinci tata ruang merupakan operasionalisasi rencana umum tata ruang yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga muatan rencana masih dapat disempurnakan dengan tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.
Untuk muatan isi, jangka waktu dan Peninjauan, produk hukum, pengesahan, dan skala peta Rencana rinci tata ruang, akan dijelaskan dalam tabel review rencana rinci tata ruang.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Di Indonesia penataan ruang ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Otonomi daerah yang telah memberikan kewenangan yang cukup besar bagi daerah untuk menyelenggarakan penataan ruang, demi tercapainya Ketahanan Nasional, maka maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat, serta agar tidak timbul kesenjangan antar daerah.
UU no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi pedoman bagi penataan ruang di Indonesia. Penataannya di implementasikan melalui rencana umum dan rencana rinci.
Rencana umum tata ruang secara berhierarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
c. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
Rencana rinci tata ruang terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis
nasional;
b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
Review ini berusaha memberikan pngertian tentang penataan ruang kita. Tentu saja kita mengharapkan untuk penataan yang lebih baik, untuk itu peran serta masyarakat dan saling ketersinambungan antara masyarakat dan pemerintah mutlak diperlukan demi tercapainya penataan yang harmonis, sehat, dan nyaman bagi Indonesia.



DAFTAR RUJUKAN

Undang – Undang No. 26 tahun 2007, Tentang Penataan Ruang.
Draft Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Jawa Bali.
Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (Rutrk) Dengan Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Ibu Kota Kecamatan Kapas dan Wilayah Pengembangannya.
Pedoman Penyusunan RTR Kawasan Perkotaan.
Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2000 tentang Skala Peta.
Undang – undang No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2005 tentang Dana Alokasi Umum Daerah provinsi dan Kabupaten/kota tahun 2006
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya.
Undang – undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, (online), (http://www.bktrn.go.id, diakses 26 September 2009).
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, (online), (http://www.bappenas.go.id, diakses 26 September).
Selengkapnya...

Lisensi Creative Commons

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lisensi Creative Commons adalah beberapa lisensi hak cipta yang diterbitkan pada 16 Desember 2002 oleh Creative Commons, suatu perusahaan nirlaba Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 2001. Banyak di antara lisensi-lisensi tersebut, terutama lisensi original, yang memberikan "hak dasar" , seperti hak untuk mendistribusikan karya berhak cipta tanpa perubahan, tanpa biaya apapun. Beberapa lisensi yang lebih baru tidak memberikan hak tersebut. Lisensi Creative Commons saat ini tersedia dalam 34 yurisdiksi yang berbeda di seluruh dunia, dengan sembilan lainnya dalam tahap pengembangan.
Lisensi original
Semua lisensi original memberikan "hak dasar". Detil masing-masing lisensi ini bergantung pada versi, dan terdiri dari pilihan empat kondisi:
1. Atribusi (attribution, “by”):

Mengizinkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, menampilkan, serta membuat karya turunan berdasarkan suatu karya hanya jika orang tersebut memberikan penghargaan pada pencipta atau pemberi lisensi dengan cara yang disebutkan dalam lisensi.
2. Non komersial (noncommercial, “nc”): Mengizinkan orang lain menyalin, mendistribusikan, menampilkan, serta membuat karya turunan berdasarkan suatu karya hanya untuk tujuan non komersial.
• Tanpa karya turunan (no derivative works, noderivs, “nd”): Mengizinkan orang lain menyalin, mendistribusikan, dan menampilkan hanya salinan sama persis (verbatim) suatu karya, bukan karya turunan yang berdasarkan. karya tersebut
3. Pembagian serupa (share-alike, “sa”): Mengizinkan orang lain untuk mendistribusikan suatu karya turunan hanya di bawah suatu lisensi yang identik dengan lisensi yang diberikan pada karya aslinya. (Lihat pula copyleft.)
Penggabungan dan pencocokan kondisi-kondisi tersebut menghasilkan enam belas kemungkinan kombinasi, dengan sebelas di antaranya adalah lisensi Creative Commons yang valid. Dari lima kombinasi yang tak valid, empat di antaranya mencakup baik klausa “nd” maupun “sa” yang saling eksklusif satu dengan yang lain; dan satunya lagi tidak mencakup satu pun klausa, yang berarti melepas hak suatu karya dalam domain publik. Lima di antara sebelas lisensi valid yang tak mencakup unsur Atribusi sudah (hampir) tak digunakan karena 98% pemberi lisensi meminta Atribusi, tapi masih dapat dilihat di situs web. Ada enam lisensi yang umumnya dipergunakan:
Enam lisensi umum CC
1. Atribusi saja (by): Pencipta (termasuk pemberi lisensi) diberi kredit.
2. Atribusi + Non komersial (by-nc): Pencipta diberi kredit dan hanya untuk tujuan non komersial saja.
3. Atribusi + Tanpa karya turunan (by-nd): Pencipta diberi kredit dan hanya karya verbatim (yang sama persis) saja.
4. Atribusi + Pembagian serupa (by-sa): Pencipta diberi kredit dan karya boleh diturunkan dengan lisensi yang identik.
5. Atribusi + Non komersial + Tanpa karya turunan (by-nc-nd): Pencipta diberi kredit dan hanya karya verbatim saja untuk tujuan non komersial saja.
6. Atribusi + Non komersial + Pembagian serupa(by-nc-sa): Pencipta diberi kredit dan boleh diturunkan dengan lisensi yang identik untuk tujuan non komersial saja.

Perjanjian Creative Commons
Anda bebas:
• untuk Membagikan — untuk menyalin, mendistribusikan, dan menyebarkan karya, dan
• untuk Remix — untuk mengadaptasikan karya
Di bawah persyaratan berikut:
• Atribusi — Anda harus memberikan atribusi karya sesuai dengan cara-cara yang diminta oleh pembuat karya tersebut atau pihak yang mengeluarkan lisensi.
• Pembagian Serupa — Jika Anda mengubah, menambah, atau membuat karya lain menggunakan karya ini, Anda hanya boleh menyebarkan karya tersebut hanya dengan lisensi yang sama, serupa, atau kompatibel.
Dengan mengetahui bahwa:
• Pengabaian — Persyaratan-persyaratan di atas dapat diabaikan jika Anda mendapatkan ijin langsung dari pemegang hak cipta.
• Hak Lainnya — Hak-hak berikut ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh lisensi di atas:
o hak-hak penggunaan wajar Anda;
o hak-hak moral pembuat karya; dan
o hak-hak yang dimiliki orang lain baik di dalam karya itu sendiri maupun di dalam penggunaannya, seperti publisitas atau hak-hak privasi.
• Pemberitahuan — Untuk segala bentuk pemakaian ulang atau distribusi, Anda harus menjelaskan kepada seluruh orang tentang lisensi karya ini. Cara terbaik untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menyediakan pranala ke http://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/



Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Lisensi_Creative_Commons
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Teks_Lisensi_Creative_Commons_Atribusi-PembagianSerupa_3.0

Selengkapnya...

Sistem Politik Dalam Islam

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam. Dengan rahmat-Nya kami dapat menyusun dan menyelasaikan pembuatan makalah ini. Dan shalawat beserta salam, kami hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah telah membawa umatnya dari alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini berjudul “ SISTEM POLITIK DALAM ISLAM” yang kami susun sebagai tugas kelompok mata kuliah Agama. Dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengetian politik islam, bagaimana politik dalam islam, susun pemerintahannya, mengetahui ruang lingkupnya, dan sebagainya.
Kami menyadari bahwa masih ada kesalahan yang ada dalam pembuatan makalah ini tanpa disadari oleh kami, oleh karena itu kami mengharapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang membangun. Dan kami ucapkan terima kasih, serta semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surabaya, 2 November 2009

penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. TUJUAN 1
BAB II. PEMBAHASAN 2
A. PENGERTIAN POLITIK ISLAM 2
B. PEMERINTAHAN ISLAM 4
C. KARAKTER KEPEMIMPINAN KEKHALIFAHAN ISLAM 10
D. POLITIK DALAM NEGERI (SIYASAH DUSTURIAH) 11
E. POLITIK LUAR NEGERI (SIYASAH DAULIYAH) 12
F. KAS NEGERA (SIYASAH MALIAH) 12
G. SIYASAH HARBIYAH 13
H. HAKIKAT PARTAI POLITIK DALAM SUDUT PANDANG ISLAM 13
I. PERBANDINGAN KEKHALIFAHAN DENGAN SISTEM PEMERINTAH LAIN 17
BAB IV. PENUTUP 18
KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perjalanan sejarah, politik terbagi bermacam-macam, ada yang bercorak Monarchi, Oligarki, Republik, dan lain sebagainya. Semua corak tersebut diterima secara umum dan banyak negara yang menganutnya. Bukan hanya politik secara umum saja yang ada, melainkan dalam Islampun politik juga ada.
Dalam setiap zaman pasti mempunyai sejarah dan corak pemikiran yang berbeda-beda dan mewarnai kehidupan dalam bernegara. Begitu juga dengan Islam yang merupakan agama yang sempurna baik dikalangan intern maupun ekstern yang mempunyai cerita tersendiri tentang ketatanegaraannya. Belajar dari sejarah dan perkembangannya, seharusnya kita sebagai anak zaman dapat memahami dan mengerti akan perkembangan zaman baik sekarang maupun dahulu.
Begitu juga dengan corak pemikiran politik dalam dunia Islam, dalam masalah ini terlihat jelas bahwa Islam merupakan agama yang kompleks yang bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan sang penciptanya, tapi Islam juga membahas ataupun mengkaji tentang perpolitikan dalam peradaban Islam. Walaupun dalam Al-Qur’an tidak ada yang diterangkan bagaimana tata cara bernegara ataupun berpolitik tapi umat Islam dapat ataupun mampu memahami akan makna politik itu sendiri.

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian politik dalam islam, bagaimanakah politik dalam islam, aliran-aliran politik dalam islam, tatanan pemerintahan dalam islam, politik luar dan dalam negeri, dan sebagainya. Sehingga apa yang di jabarkan dapat diketahui oleh khalayak ramai bahwa dalam islam juga terdapat politik.
Selain itu pembuatan makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah agama.



BAB II
POLITIK ISLAM
A. PENGERTIAN:
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Siyasah berakar dari kata sâsa – yasûsu yang artinya Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Lalu, pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun).
Sedangkan politik islam adalah cara metode-metode dalam mengurus urusan rakyat, urusan negara, umat dan rakyat terkait dengan negara, umat dan bangsa lain meliputi seluruh aspek kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, dll secara islami sesuai dengan ketentuan ajaran agama islam. Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
»كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ
نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ
فَيَكْثُرُونَ«
Adalah Bani Israil, urusan mereka diatur (tasusuhum) oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi wafat, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku, dan akan ada para khalifah yang banyak (HR. Bukhari).

Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan). Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Dalam hadist lain diriwayatkan, Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Ia menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).
Di dalam kitab Fath al-Bariy, pada syarah hadits ini , dijelaskan makna siyasah (politik):

“(Mereka diurus oleh para Nabi), maksudnya, tatkala tampak kerusakan di tengah-tengah mereka, Allah pasti mengutus kepada mereka seorang Nabi yang menegakkan urusan mereka dan menghilangkan hukum-hukum Taurat yang mereka rubah. Di dalamnya juga terdapat isyarat, bahwa harus ada orang yang menjalankan urusan di tengah-tengah rakyat yang membawa rakyat melewati jalan kebaikan, dan membebaskan orang yang terzalimi dari pihak yang zhalim”
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim.
Hakikat Politik Islam
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Is-lam, menurut Dr. Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Tiga aliran tentang politik islam
Setidaknya ada tiga aliran utama dalam wacana intelektual muslim dalam melihat Islam dan politik. Pertama, aliran yang menganggap Islam dan politik tidak bisa dipisahkan sama sekali, karena Islam tidak mengenal pemisahan antara kekuasaan negara dan agama. Aliran ini terkenal dengan konsep al-Islamu al-din waal-daulah (Islam adalah agama dan negara). Sebagai konsekuensi logis dari paham ini, mereka berpandangan bahwa menjadi kewajiban orang seluruh muslim untuk menegakkan negara berdasarkan sistem politik Islam. Mereka mengusung beragam konsep sistem politik, dari sistem negara Madinah hingga sistem khilafah (Rizwan, 2001).
Kedua, kalangan yang berpandangan bahwa doktrin-doktrin tentang negara Islam tidak disebutkan secara detail dan tuntas dalam Islam, Islam hanya memperkenalkan beberapa konsep tentang nilai dan etika bernegara (Hasbi Amiruddin, 2000). Akibatnya, kalangan ini berpendapat bahwa sebuah negara menjadikan Islam atau bukan Islam sebagai dasar negara, bukanlah hal yang penting. Yang utama adalah terpenuhinya nilai-nilai dan etika yang dianjurkan dalam Islam. Kelompok ini termasuk kelompok yang menganjurkan gerakan Islam kultural dan menolak Islam politik.
Ketiga, kelompok yang secara keras mengatakan bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara Islam dan negara. Islam sama sekali tidak mengatur persoalan ketatanegaaraan. Islam sebagai agama harus dijauhkan dari politik. Pandangan ini berada di gerbong sekularisme yang memang menganut doktrin pemisahan antara agama dan negara.
B. PEMERINTAHAN ISLAM
Bicara tentang politik tentu tidak terlepas dari yang namanya pemerintahan. Namun, pemerintahan dalam islam tentu berbeda dengan pemerintahan yang lain. Perbedaan itu meliputi dasar pemerintahan, bentuk pemerintahan,struktur pemerintahan, dan sebagainya.
 PILAR DASAR PEMERINTAHAN ISLAM:
a) Kedaulatan di Tangan Syara’
b) Kekuasaan di Tangan Umat
c) Hanya Khalifah yang Berhak Mengadopdi Hukum
d) Wajib Membai’at Satu Khalifah

 BENTUK PEMERINTAHAN ISLAM :
Bentuk pemerintahan islam yaitu dengan memakai system khilafah, yaitu system yang kekuasaan tertingginya dipegang oleh seorang khalifah.

 STRUKTUR PEMERINTAHAN DAN ADMINISTRASI KHILAFAH:
Struktur pemerintahan Islam terdiri daripada 8 perangkat dan berdasarkan af’al (perbuatan) Rasulullah saw:
1 Khalifah
Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima Duta Besar; memutuskan belanjawan negara.

2 Mu'awinTafwidh
Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya.
3 Mu'awinTanfidz
Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya.
4 AmirulJihad
Amirul Jihad membawahi bidang pertahanan, luar negeri, keamanan dalam negeri dan industri.
5 Wali
Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur). Wali memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya tetapi tidak mempunyai kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan.
6 Qadi
Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2 badan: Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
7 JihazIdari
Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya.
8 MajelisUmmat
Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan di-adopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.


 KHALIFAH
Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW(570–632). Kata "Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya, para pemimpin islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu, beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin umat muslim", yang terkadang disingkat menjadi "emir" atau "amir".
Khalifah berperan sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah system pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran & Hadist.
Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17). Dari definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.
Dalilnya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)
KEDUDUKAN KHALIFAH
Khalifah adalah orang yang mewakili ummat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum, hal. 51). Islam telah menjadikan ummat sebagai pemilik kekuasaan dan pemerintahan. Dan dalam hal ini ummat mewakilkannya kepada seseorang untuk menjalankan urusan tersebut. Disamping itu Allah SWT telah mewajibkan kepada ummat untuk menerapkan seluruh sistem dan hukum Islam secara total.
Secara formal aqad penyerahan ummat untuk memberikan mandat kepada seorang Khalifah dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara, dilakukan melalui baiâat. Baiâat ini menandakan pengangkatan secara formal (baiâat inâiqad) seorang Khalifah, sekaligus menunjukkan pemberian kekuasaan dari ummat kepada Khalifah. Sedangkan ummat wajib untuk mentaatinya. Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang telah membaiâat seorang Imam (Khalifah) lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya (ridla-red), maka hendaklah ia mentaatinya.” (HR. Imam Muslim)
Al Quranul Karim telah menyebutnya dengan istilah Waliyul Amri, yaitu orang yang mewakili ummat dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan ummat sesuai dengan sistem dan hukum Islam. Ketaatan terhadap Khalifah menempati pringkat yang tinggi setelah ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan Ulil Amri dari kamu sekalian (kaum muslimin-red).” (QS: An Nisa : 59)
Oleh karena itu, kedudukan seorang Khalifah di dalam sistem pemerintahan Islam amatlah kuat. Seorang Khalifah wajib ditaati oleh seluruh rakyat. Siapapun yang membangkang terhadap perintah seorang Khalifah dianggap golongan bughat (pembangkang). Dan Islam bersikap keras terhadap para pembangkang yang dapat mengakibatkan instabilitas politik, yang pada ujungnya bisa menjadi penyebab kegoncangan dan kehancuran kesatuan Daulah Khilafah Islamiyah. Siapa saja yang melakukan pembangkangan akan diterapkan hukum bughat atas mereka, yaitu dinasehati supaya mereka kembali mentaati Khalifah. Dan jika mereka tidak segera menyadari kekeliruannya (dengan kembali mentaati Khalifah dan berada dalam kesatuan Daulah Islamiyah), maka Khalifah dapat memaksa mereka untuk kembali ke pangkuan Daulah Islamiyah dan mentaatinya, meski hal itu dilakukan secara fisik (melalui peperangan dan senjata).
Disamping itu seorang Khalifah memiliki wewenang antara lain :
1. Menjalankan seluruh sistem dan hukum Islam yang telah diadopsi sebagai UUD dan peraturan perundang-undangan.
2. Bertanggung jawab atas seluruh aktifitas politik luar negeri maupun dalam negeri.
3. Panglima angkatan bersenjata, yang berhak untuk mengumumkan perang, damai, gencatan senjata, dan seluruh perjanjian.
4. Mengangkat dan memberhentikan duta-duta kaum muslimin ke luar Daulah Islamiyah. Dapat menerima ataupun menolak duta-duta negara asing.
5. Mengangkat dan memberhentikan para Muâawwin (pembantu Khalifah), para Wali (Gubernur).
6. Mengangkat dan memberhentikan kepala peradilan (Qadli), kepala-kepala departemen, panglima perang, para komandan.
7. Berhak memilih dan menentukan hukum syara yang akan dijadikan sebagi peraturan perundang-undangan.
8. Menentukan rincian anggaran belanja Daulah slamiyah secara rinci. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul Qadim Zallum, hal. 96)
Berdasarkan pemaparan di atas tadi, jelas bahwa kedudukan seorang Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam amat besar, luas dan kuat. Tidak ada seorangpun, bahkan majlis ummat (majlis syuro) tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan seorang Khalifah.
Tentu saja harus diingat, bahwa kedudukan yang besar, luas dan kuat ini, karena kedudukan seorang Khalifah sebagai penjaga dan pelaksana seluruh sistem hukum Islam. Artinya, ketaatan kepada Khalifah itu adalah ketaatan kepada sistem dan hukum Islam. Dan baiâat yang dilakukan ummat kepada seorang Khalifah juga dalam rangka ketaatan ummat kepadanya (selama ia menjalankan sistem dan hukum Islam). Hingga bisa dimengerti bahwa pembangkangan terhadap seorang Khalifah adalah pembangkangan terhadap sistem dan hukum Islam, yang pelakunya berhak diberikan sanksi yang amat keras. Bahkan siapapun yang berani untuk menggulingkan kekuasaan seorang Khalifah yang menjalankan sistem dan hukum Islam, diperintahkan untuk dibunuh. Sabda Rasulullah saw :
“Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian ,“sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (Khalifah),“ kemudian dia hendak memecahbelah kesatuan jamaah kalian, maka bunuhlah ia.” (HR. Imam Muslim)
Oleh karena itu seorang Khalifah hanya dapat diberhentikan apabila ia tidak lagi menjalankan sistem dan hukum Islam (meskipun ia baru menjalaninya satu bulan). Dan pihak yang menentukan apakah seorang Khalifah berhak untuk digantikan atau tidak diserahkan kepada Qadla Madzalim (Mahkamah yang menangani kedzaliman para penguasa). Selama ia mampu dan dapat menjaga dan menjalankan sistem dan hukum Islam, ia berhak menjabat keKhilafahan, dan wajib ditaati oleh siapapun.

KEDUDUKAN MAJLIS UMMAT/ MAJLIS SYURA
Majlis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili suara (aspirasi) kaum muslimin agar menjadi pertimbangan seorang Khalifah dalam mengambil kebijakan-kebijakannya, sekaligus sebagai tempat bagi Khalifah untuk memperoleh masukan-masukan dalam perkara yang menyangkut urusan kaum muslimin. Majlis Ummat juga menjadi media yang mewakili ummat dalam melakukan muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap para pejabat pemerintah.
Jadi kedudukan anggota Majlis Ummat dalam hal ini tidak lebih sebatas mewakili aspirasi/ suara orang-orang yang diwakilinya (aqadnya pun adalah aqad wakalah/perwakilan). Sehingga amat berbeda dan bertolak belakang dengan fungsi parlemen yang ada sekarang, yaitu sebagai legislatif (pembuat Undang-undang). Karena di dalam Islam Syariâh (pihak yang berhak membuat dan mengeluarkan Undang-undang) hanyalah Allah SWT, bukan manusia.
Rasulullah saw, sebagai seorang Kepala Negara senantiasa merujuk kepada sebagian masyarakat untuk meminta pendapat mereka. Beliau pernah meminta pendapat dalam perang Badar untuk menentukan tempat (posisi) pasukan. Begitu pula halnya dalam perang Uhud, beliau meminta pendapat kepada penduduk Madinah, apakah peperangan akan dilakukan di luar kota, atau di dalam kota Madinah (menunggu musuh). Sama halnya dengan sikap Rasulullah saw, Khalifah Umar bin Khaththab ra dalam menentukan persoalan tanah Irak, apakah tanah tersebut akan dibagikan kepada kaum muslimi atau tidak (karena tanahnya sebagai tanah ghanimah/rampasan perang), atau tetap dimiliki oleh penduduk Irak, hanya saja mereka harus membayar kharaj setiap tahunnya. Ini semuanya sekedar contoh bagaimana seorang Khalifah meminta dan merujuk keputusan-keputusannya kepada masyarakat (dalam hal ini diwakili oleh Majlis Ummat).
Dari sini terlihat bahwa yang berhak mengangkat dan memberhentikan anggota Majlis Ummat adalah kelompok masyarakat yang mempercayainya dan mewakili suara/aspirasi mereka. Apabila seorang anggota Majlis Ummat tidak aspiratif meskipun ia baru satu bulan menjabat angota Majlis Ummat, maka ummat yang mewakilkannya bisa menggantinya kapanpun mereka kehendaki. Maka dari itu hubungan antara Majlis Ummat dan Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam tidak akan sampai pada perselisihan yang berlarut-larut, dan tidak akan dapat saling menjegal dan menjatuhkan.
Wewenang Majlis Ummat antara lain :
1. Memberikan masukan kepada Khalifah dalam masalah-masalah praktis yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan urusan ummat, baik itu pendidikan, sosial, pertanian, industri, perdagangan, kesehatan dsb. Dalam hal ini pendapat Majlis Ummat mengikat (harus dilaksanakan oleh Khalifah).
2. Masalah yang berkait dengan pemikiran, hingga memerlukan analisis dan pengkajian, masalah keuangan, militer, politik luar negeri dan sejenisnya, Khalifah boleh merujuk pada pendapat Majlis Ummat. Hanya saja dalam persoalan-persoalan ini pendapat Majlis Ummat tidak mengikat.
3. Khalifah boleh menyodorkan rancangan hukum dan undang-undang yang akan diterapkannya kepada majlis. Maka anggota majlis yang muslim berhak melontarkan pendapat dan argumentasinya mengenai mana yang benar dan salah, mana dalil yang kuat dan lemah. Akan tetapi pandangan anggota majlis ummat dalam hal ini tidak mengikat.
4. Berhak untuk mengoreksi Khalifah atas seluruh kebijakan riil yang terlihat dalam seluruh masalah.
5. Majlis Ummat berhak menyampaikan ketidaksukaannya kepada pejabat pemerintah seperti para Muawwin, para Wali. Pandangan Majlis Ummat dalam hal ini mengikat (untuk dilaksanakan oleh Khalifah, jika perlu memberhentikan pembantu atau gubernurnya).
6. Sebagai media untuk menentukan calon-calon Khalifah, apabila jabatan keKhilafahan kosong. (lihat Nidhomul Hukmi fil Islam, kar. Abdul QadimZallum, hal.228-229).
C. KARAKTER KEPEMIMPINAN KEKHALIFAHAN ISLAM
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa karakter pemimpin Islam ialah menganggap bahwa otoritas dan kekuasaan yang dimilikinya adalah sebuah kepercayaan (amanah) dari umat Islam dan bukan kekuasaan yang mutlak dan absolut.
Hal ini sangat kontras dengan keadaan Eropa saat itu dimana kekuasaan raja sangat absolut dan mutlak. Peranan seorang kalifah telah ditulis dalam banyak sekali literatur oleh teolog islam. Imam Najm al-Din al-Nasafi menggambarkan khalifah sebagai berikut:
"Umat Islam tidak berdaya tanpa seorang pemimpin (imam, dalam hal ini khalifah) yang dapat memimpin mereka untuk menentukan keputusan, memelihara dan menjaga daerah perbatasan, memperkuat angkatan bersenjata (untuk pertahanan negara), menerima zakat mereka (untuk kemudian dibagikan), menurunkan tingkat perampokan dan pencurian, menjaga ibadah di hari jumat (salat jumat) dan hari raya, menghilangkan perselisihan diantara sesama, menghakimi dengan adil, menikahkan wanita yang tak memiliki wali. Sebuah keharusan bagi pemimpin untuk terbuka dan berbicara di depan orang yang dipimpinnya, tidak bersembunyi dan jauh dari rakyatnya. Ia sebaiknya berasal dari kaum Quraish dan bukan kaum lainnya, tetapi tidak harus dikhususkan untuk Bani Hasyim atau anak-anak Ali. Pemimpin bukanlah seseorang yang suci dari dosa, dan bukan pula seorang yang paling jenius pada masanya, tetapi ia adalah seorang yang memiliki kemampuan administratif dan memerintah, mampu dan tegas dalam mengeluarkan keputusan dan mampu menjaga hukum-hukum Islam untuk melindungi orang-orang yang terzalimi. Dan mampu memimpin dengan arif dan demokratif.
Ibnu Khaldun kemudian menegaskan hal ini dan menjelaskan lebih jauh tentang kepemimpinan kekhahalifah secara lebih singkat:
"Kekhalifahan harus mampu menggerakan umat untuk bertindak sesuai dengan ajaran Islam dan menyeimbangkan kewajiban di dunia dan akhirat. (Kewajiban di dunia) harus seimbang (dengan kewajiban untuk akhirat), seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad, semua kepentingan dunia harus mempertimbangkan keuntungan untuk kepentingan akhirat. Singkatnya, (Kekhalifahan) pada kenyataannya menggantikan Nabi Muhammad, beserta sebagian tugasnya, untuk melindungi agama dan menjalankan kekuasaan politik di dunia."

D. POLITIK DALAM NEGERI (SIYASAH DUSTURIYAH) KHILAFAH
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan. Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan (2002, hal:39) Siyasah Dusturiyah adalah hal yang mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian terpenting dalam suatu negara, karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara dengan kepala negaranya. Sebagian diantaranya:
a) Menerapkan syariat Islam kepada seluruh rakyat, Muslim maupun Non-Muslim
b) Memberikan kebebasan kepada rakyat Non-Muslim menjalankan ibadah, makan, minum, tatacara berpakaian, dan menikah menurut agama dan keyakinan mereka;
c) Memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada setiap warga negara, Muslim dan Non-Muslim, kecuali yang menjadi kekhususan masing-masing;
d) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan umat Islam dalam satu negara, dengan akidah yang sama, yaitu akidah Islam.


E. POLITIK LUAR NEGERI (SIYASAH DAULIYAH) KHILAFAH
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari negara lain. Sebagian diantaranya:
a) Mengemban Islam kepada seluruh bangsa, negara dan umat lain;
b) Menerapkan syariat Islam kepada bangsa, negara dan umat lain yang berhubungan dengan Khilafah;
c) Berjihad dalam rangka membebaskan penghambaan manusia oleh manusia ( ‘ibadat al-’ibad ) untuk menyembah Rabb al-’Ibad.

F. KAS NEGARA (SIYASAH MALIAH)
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan negara.
Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan (2002, hal:40) yang mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak, serta Baitul Mal.
Dari pembahasan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.




G. SIYASAH HARBIYAH
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).
H. HAKIKAT PARTAI POLITIK (HIZBUN SIYASIY) DALAM SUDUT PANDANG ISLAM.
Secara bahasa, kata hizb dipakai dalam beberapa ayat al-Quran. Di antaranya, Imam Jala-lain dalam memaknai kata ’hizb (hizbullah)’ dalam surat al-Maidah ayat 56 dan Mujadilah ayat 22 sebagaiatba’uhu (pengikutnya) serta orang-orang yang mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Imam al-Qurthubiy dalam tafsirnya memaknai katahizb dalam surat al-Maidah ayat 56, Al-Mukminun ayat, 53 dan Mujadilah ayat 19 sebagai penolong, sahabat, kelompok (fariq), millah, kumpulan orang (rohth). Sementara itu, dalam kamus Al-Muhit, disebutkan: “Sesungguhnya partai adalah sekelompok orang. Partai adalah seorang dengan pengikut dan pendukungnya yang punya satu pandangan dan satu nilai’’. Imam Ar-Razidalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib berkata, “Partai adalah kumpulan orang yang satu tujuan, mereka bersama-sama bersatu dalam kewajiban partai untuk mewujudkan tujuannya”.
Berdasarkan makna hizbun (partai) dan siyasah (politik) ,maka dapat disebutkan bahwa partai politik (hizbun siyasiy) merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam rangka mengurusi urusan rakyat. Dengan kata lain, partai politik adalah kelompok yang berdiri di atas sebuah landasan ideologi yang diyakini oleh anggota-anggotanya, yang ingin mewujudkannya di tengah masyarakat.
Karakteristik Partai Politik Islam
Allah SWT mengisyaratkan hal ini didalam firman-Nya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (TQS. Ali ’Imran[3]: 104).
Di dalam ayat itu disebutkan ‘Hendaknya ada di antara kamu segolongan umat …’, artinya, hendaknya ada sekelompok/segolongan orang dari kaum Muslim (ummatan minal muslimin atau jama’atan minal muslimin).Ayat ini menegaskan perintah kepada kaum Muslim tentang keharusan adanya kelompok/jama’ah untuk menjalankan dua fungsi: pertama, da’wah ilal khair (menyeru kepada al-khoir) dan kedua, amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari perkara munkar).
Maksud ayat tersebut, lanjutnya adalah hendaknya ada dari umat ini suatu kelompok yang solid dalam menjalankan tugas tersebut sekalipun hal itu juga merupakan kewajiban atas setiap individu umat ini (Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-’Azhim, Juz I, hal. 478). Berdasarkan hal ini, jelaslah kelompok yang dikehendaki Allah adalah kelompok yang secara penuh berjuang untuk menyerukan Islam.
Pada sisi lain, kelompok tersebut berbentuk partai politik. Hal ini dipahami dari fungsi kedua dari kelompok itu, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Cakupan amar ma’ruf nahi munkar amat luas, termasuk di dalamnya menyeru para penguasa agar mereka berbuat ma’ruf (melaksanakan syariah Islam) dan melarangnya berbuat munkar (menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan syariah Islam). Bahkan, mengawasi para penguasa dan menyampaikan nasihat kepadanya merupakan bagian terpenting dari aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.
Padahal, aktivitas demikian merupakan aktivitas politik sekaligus termasuk kegiatan politik yang amat penting, yang menjadi ciri utama kegiatan sebuah partai politik. Jadi, ayat tersebut mengisyaratkan tentang kewajiban mendirikan partai-partai politik yang berdasarkan Islam. Dengan kata lain, partai politik yang harus ada adalah partai politik yang tegak di atas ideologi(mabda) Islam atau partai Islam ideologis.
Berdasarkan hal tersebut, partai politik Islam adalah partai yang berideologi Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum dan pemecahan problematika dari syariah Islam, serta metode operasionalnya mencontoh metode (thariqah) Rasulullah SAW.
Partai politik Islam adalah partai yang berupaya menyadarkan masyarakat dan berjuang bersamanya untuk melanjutkan kehidupan Islam. Partai politik Islam tidak ditujukan untuk meraih suara dalam Pemilu atau berjuang meraih kepentingan sesaat, melainkan partai yang berjuang untuk merubah sistem Sekular menjadi sistem yang diatur oleh syariah Islam. Orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama semuanya haruslah didasarkan dan bersumber dari Islam. Karenanya, partai Islam yang ideologis memiliki beberapa karakter, di antaranya:
1. Dasarnya adalah Islam. Hidup matinya adalah untuk Islam.
2. Orang-orangnya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam. Mereka berpikir berdasarkan Islam dan berbuat berdasarkan Islam. Partai politik Islam terus menerus melakukan pembinaan kepada para anggotanya hingga mereka memiliki kepribadian Islam sekaligus memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama.
3. Memiliki amir/pemimpin partai yang menyatu dengan pemikiran Islam dan dipatuhi selama sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Nabi SAW bersabda, “Jika kalian bertiga dalam satu safar, tunjuklah amir satu di antaramu” (HR Muslim).
4. Memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas terkait berbagai hal. Partai Islam haruslah memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas tentang sistem ekonomi, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem pendidikan, politik luar negeri, dll. Semuanya harus tersedia dan siap untuk disampaikan. Metode pelaksanaan hukum Islam tersebut adalah melalui pemerintah yang menerapkan Islam. Upaya mewujudkan pemerintahan yang menerapkan hukum Islam (khilafah) tersebut merupakan arah yang dituju partai Islam.
5. Mengikuti metode yang jelas dalam perjuangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Pertama, melakukan pembinaan dan pengkaderan. Kedua, bergerak dan bergaul bersama dengan masyarakat.Ketiga, menegakkan syariah secara total dengan dukungan dan bersama dengan rakyat.
Dalam prakteknya, partai Islam tidak lepas dari langkah-langkah berikut:
1. Dimulai dengan pembentukan kader yang berkepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), melalui pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu. Proses ini akan menjadikan rekrutmen kader politik tidak pernah surut. Bukan kader yang berambisi untuk mendapatkan kursi melainkan kader perjuangan dalam menegakkan Islam demi kemaslahatan manusia.
2. Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya kesadaran masyarakat (al-wa’yu al-am) tentang Islam. Pembinaan ini harus menghubungkan realitas yang terjadi dengan pandangan dan sikap Islam terhadap realitas tersebut. Misalnya, memperbincangkan dengan masyarakat persoalan kenaikan harga listrik, BBM, penjualan kekayaan rakyat kepada asing, tekanan Dana Moneter Internasional (IMF), penghinaan terhadap Nabi/al-Quran/Islam, dll, disertai penjelasan hukum Islam tentang masalah tersebut. Partai membuat komentar, analisis, dan sikap politik terkait hal-hal tersebut lalu disampaikan kepada rakyat.
3. Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh partai (tanmiyatu jismi al-hizb) agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik (al-quwwatu al-siyasiya). Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-wa’yu al-siyasiy al-islamy), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya terus menerus penyadaran politik Islam kepada masyarakat, yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud.
4. Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam. Di sinilah penggabungan kepentingan (interest aggregation) dan perumusan kepentingan (interest articulation) dilandaskan pada Islam dan diperjuangkan bersama antara partai dengan rakyat.
5. Penyampaian Islam pun ditujukan kepada ahl-quwwah dan pihak-pihak yang berpengaruh seperti politisi, orang kaya, tokoh masyarakat, media massa dan sebagainya. Melalui pendekatan intensif ahl-quwwah setuju dan mendukung perjuangan partai bersama rakyat. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam ini tidak akan terbendung.
6. Sistem (syariah) dan kekuasaan (khilafah atau penyatuan ke dalam khilafah) Islam tegak melalui jalan umat.
Jalan tersebut merupakan jalan yang didasarkan pada kesadaran masyarakat dan perjuangan bersama antara partai dengan umat sehingga dikenal dengan jalan ‘an thariq al-ummah (melalui jalan umat). Tampak, jalan tersebut merupakan jalan damai dan alami. Tidak ada sesuatu yang perlu ditakutkan atau dikhawatirkan. Sebab, inti dari metode itu adalah kesadaran umat dan tuntutan umat demi kemaslahatan umat.
Kemasalahatan umat itu bukanlah sekadar persoalan moralitas dan sentimen keagamaan. Namun, Partai politik Islam juga memiliki solusi syariah yang cerdas, dan bisa diterapkan oleh negara, seperti menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) tiap individu masyarakat. Mekanisme ini dilakukan setelah secara individu, seseorang tidak mampu memenuhinya, dan keluarga dekatnya tidak mampu memenuhinya. Selain itu, Islam juga menjamin kebutuhan kolektif, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan gratis sebagaimana yang banyak dinyatakan dalam al-Quran dan hadits Nabi.
Demikianlah seharusnya partai politik Islam. Kehadirannya didambakan oleh rakyat yang menginginkan hidup sejahtera di dunia dan akhirat.
I. PERBANDINGAN KEKHALIFAHAN DENGAN SISTEM PEMERINTAHAN LAIN
Khalifah sangat berbeda dari sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia, seperti disebutkan di bawah ini:
 Dalam kedudukan monarki, kedudukan raja diperoleh dengan warisan. Artinya, seseorang dapat menduduki jabatan raja hanya karena ia anak raja. Jabatan khalifah didapatkan dengan bai'at dari umat secara ikhlas dan diliputi kebebasan memilih, tanpa paksaan. Jika dalam sistem monarki raja memiliki hak istimewa yang dikhususkan bagi raja, bahkan sering raja di atas UU, maka seorang khalifah tak memiliki hak istimewa; mereka sama dengan rakyatnya. Khalifah ialah wakil umat dalam pemerintahan dan kekuasaan yang dibaiat buat menerapkan syariat Allah SWT atas mereka. Artinya, khalifah tetap tunduk dan terikat pada hukum islam dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan terhadap kepentingan rakyat.
 Dalam sistem republik, presiden bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suaranya (misal: parlemen). Rakyat beserta wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah, walau bertanggung jawab pada umat dan wakilnya, mereka tak berhak memberhentikannya. Khalifah hanya dapat diberhentikan jika menyimpang dari hukum Islam, dan yang menentukan pemberhentiannya ialah mahkamah mazhalim. Jabatan presiden selalu dibatasi dengan periode tertentu, sebaliknya, seorang khalifah tak memiliki masa jabatan tertentu. Batasannya, apakah ia masih melaksanakan hukum Islam atau tidak. Selama masih melaksanakannya, serta mampu menjalankan urusan dan tanggung jawab negara, maka ia tetap sah menjadi khalifah.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Politik dalam islam memiliki corak sendiri dimana yang menjadi sumber untuk merujuk cara berpolitik adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Politik dalam islam adalah cara metodo-metode dalam mengurus urusan rakyat, urusan negara, umat dan rakyat terkait dengan negara, umat dan bangsa lain meliputi seluruh aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, dan lain-lain secara islami sesuai dengan ketentuan ajaran agama islam.
Dalam politik islam terdapat pemerintahan islam yang memiliki struktur dan administrasi tertentu, dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang khalifah. Khalifah memiliki wewenang tertentu untuk mengatur pemerintahan seperti politik dalam dan luar negeri, serta hal-hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Selain itu, terdapat tiga aliran politik dalam islam sebagaimana telah dijelaskan secara umum di atas. Islam juga mengharuskan agar umat islam mempunyai kelompok atau jama’ah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 104 dimana kelompok atau jama’ah tersebut berfungsi menyeru kepada al-khoir (da’wah ilal khair ) dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari perkara munkar (amar ma’ruf nahi munkar ).







DAFTAR PUSTAKA


http://blog.re.or.id/ali-abd-al-raziq-masalah-negara-dalam-islam-ii.htm
http://tomysmile.wordpress.com/2006/01/05/definisi-politik-dalam-perspektif-islam/
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/434/Bidang-bidang_fiqh_siyasah
http://zeenit.forum.st/politik-islam-f4/pengertian-politik-islam-t9.htm
http://www.acehinstitute.org/opini_rizwan_rekrutmen_politik.htm

Selengkapnya...