visitor

Pengikut

POLA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Kamis, 12 Januari 2012

Setiap organisasi yang ada baik organisasi besar atau kecil, pemerintahan maupun non pemerintahan pasti membutuhkan dana untuk menyelenggarakan segala kegiatan yang ada pada organisasi tersebut. Pada pemerintahan, misalnya pemerintahan daerah juga butuh dana untuk kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Di Indoensia, anggaran pemerintah daerah di sebagian besar daerah masih sangat terbatas. Apalagi pemenuhan kebutuhan masyarakat daerah yang terus meningkat setiap tahunnya sehingga menimbulkan permasalahan pada pengelolaan keuangan pemerintahan daerah. Permasalahan yang muncul yaitu masalah pembiayaan pembangunan daerah dalam mengembangkan wilayah.

Pada pemerintahan daerah, terutama pada tingkat kabupaten pola pembiayaan pembangunan masih mengandalkan anggaran yang bersumber dari dana konvensional seperti pajak dan retribusi. Pemerintahan masih mengandalkan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dalam mengatasi keterbatasan dana pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah belum mampu dalam hal keuangannya. Sistem alokasi penyusunan anggaran pembangunan menggunakan sistem incrementalism system dan line item yaitu alokasi anggaran pembangunan yang diberikan kepada instansi-instansi pemerintahan berdasarkan besaran anggaran yang digunakan tahun lalu dimana teknis penggunaannya diserahkan pada instansi bersangkutan.

Untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam pembiayaan pembangunan, maka seharusnya pemerintahan daerah dapat mencari sumber dana non-konvensional seperti menggunakan dana swadaya masyarakat sebagai alternatif pembiayaan pembangunan daerah. Tujuannya yaitu mendorong masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana umum agar turut menanggung biayanya. Sehingga mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan konvensional. Tentunya ini dapat menguntungkan pemerintah selain dapat mengatasi keterbatasan dana, sumber pembiayaan pembangunan ini juga membuat masyarakat menjaga dan memelihara setiap pembangunan yang dilakukan karena dana yang berasal dari mereka. Mereka tentu tidak ingin merusak infrastruktur yang dibangun yang menggunakan dana dari mereka.

Selengkapnya...

Keterlibatan Semua Pihak (Stakeholder) Dalam Manajemen Kota

Selasa, 10 Januari 2012

Dalam perencanaan kota, dibutuhkan suatu manajemen sebagai upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya yang ada secara baik. Manajemen juga diperlukan sebagai upaya dalam mengimplementasikan rencana tata ruang serta pembangunan. Secara umum, manajemen perkotaaan dijalankan oleh pemerintah. Namun secara khusus, banyak yang terlibat dalam manajemen perkotaan tersebut. Pelaku manajemen perkotaan terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat (community), serta lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Perencanaan kota sering kali menjadi tidak efektif ketika setiap rencana yang telah dibuat tidak terlaksana dengan baik dikarenakan kurang manajemen perkotaan terutama dalam melibatkan berbagai pelaku pembangunan dalam mengembangkan perkotaan. Hal ini tentu perlu untuk dilakukan suatu kemitraan antar pelaku manajemen kota agar tercapainya perencanaan kota yang baik dengan menggunakan sumber daya yang ada. Kemitraan yang terjadi dapat mengefisienkan pembangunan yang ada karena dengan melibatkan semua pihak dalam bekerjasama mampu mengefisienkan sumberdaya yang digunakan, adanya partisipasi semua pihak dan tentunya kerjasama yang dilakukan harus member keuntungan bagi semua pihak.

Semua yang terlibat dalam memanajemen kota memiliki peranan masing-masing. Pemerintah berperan sebagai pihak perancang dalam pembangunan dan dapat melakukan intervensi terhadap pembagngunan yang dilakukan serta sebagai pihak yang mengatur dan melandaskan hukum dalam setiap pembangunan. Disini pemerintah juga dapat menjadi penyedia pelayanan dasar berupa penyediaan infrastruktur kepada masyarakat. Pihak swasta memiliki peran sebagai pemilik modal sehingga dapat dimanfaatkan dalam pembangunan perkotaan sehingga perannya sangat diperlukan karena pihak swasta lebih berani dalam mengambil resiko demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dibandingkan dengan pemerintah dalam hal pembangunan.

Masyarakat merupakan bagian dari manajemen pembangunan perkotaan yang tidak hanya dipandang sebagai objek, tapi juga menjadi pelaku dan tokoh kunci dalam perencanaan dan implementasi suatu program pembangunan perkotaan. Secara definisi, masyarakat adalah komunitas atau sekelompok orang yang dikaitkan dengan batasan geografis tertentu yang memiliki ikatan tertentu baik secara sosial maupun emosional. Partisipasi masyarakat dalam manajemen kota sangat diperlukan karena rencana yang dibuat juga ditujukan kepada masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan efisiensi sumber daya, pemerataan, pengembangan SDM, dan mengefektifkan biaya pembangunan perkotaan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berperan sebagai lembaga non pemerintah yang membantu masyarakat dalam mendapatkan pelayanan perkotaan berupa pelayanan infrastruktur, kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Disini LSM dapat menjadi fasilitator dalam penyediaan infrastruktur bagi masyarakat dan juga melakukan pengembangan masyarakat.

Keuntungan yang didapat dari kerjasama antar stakeholder sangatlah besar seperti efisiensi biaya pembangunan, kerjasama antar stakeholder dalam manajemen kota dapat saling melengkapi kebutuhan untuk memenuhi target, investasi dan menyelesaikan masalah sosial. Sehingga nantinya, dapat meningkatkan perekonomian dari kota itu sendiri.

Contoh Kasus kemitraan (kerjasama) antar pelaku pembangunan

Contoh kemitraan antar pelaku manajemen pembangunan kota bisa dilihat dari pembangunan kota baru Bumi Serpong Damai City (BSD City). BSD City merupakan kota yang muncul secara buatan sebagai akibat pemekaran daerah perkotaan dengan orientasi bisnis. BSD City mewujudkan kota mandiri dengan pelibatan peran stakeholder yaitu pemerintah sebagai pusat pembangunan, swasta sebagai pengembang, dan masyarakat sebagai konsumen atau respon pasar.


Pemerintah pada awalnya menemukan daerah BSD yang memiliki potensi lokal untuk dikembangkan sebagai daerah hunian. Selanjutnya pengembang atau swasta ditawarkan untuk menangani proyek pembangunan BSD City tersebut. Akhirnya dibentuklah PT. BSD yang bertugas merealisasikan hadirnya kota baru yang mandiri tersebut. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan Kota Baru BSD tersebut, peran para stakeholder saling berkesinambungan mulai dari kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan hunian, industri, komersial, fasilitas, dan infrastruktur. Sebagai contoh adalah kerjasama antara PT. BSD dengan Jasa Marga dalam pembangunan jalan tol Jakarta-Serpong, penyediaan infrastruktur bersama dengan pemerintah, pembangunan pusat hiburan dengan investor lain. Tentu saja hal ini sangat baik, efisien dan efektif dalam pembangunan BSD City untuk pemenuhan kebutuhan kota dan masyarakatnya. Meski demikian, dalam perjalanannya masih ada kendala pemenuhan yang masih harus dipenuhi oleh pengembang karena pesatnya pertumbuhan Kota Jakarta yang berimbas pada kebutuhan masyarakat di BSD City, terutama terkait dengan lapangan pekerjaan yang masih terorientasi ke Kota Jakarta.


Sumber literatur :
http://iogavoice.blogspot.com/2010/08/kemitraan-antar-pelaku-manajemen-kota.html
http://cahayarif.blogspot.com/2008/09/manajemen-perkotaan-dan-wilayah.html
http://hanitheplanner.wordpress.com/2011/01/12/manajemen-kota-dalam-perspektif-otonomi-daerah/

Selengkapnya...